Latest News

Minggu, 17 Agustus 2014

Yusril Ihza Mahendra Pahlawan Demokrasi Ala Prabowo !

Yusril Ihza Mahendra Pahlawan Demokrasi Ala Prabowo !
Yusril Ihza Mahendra Pahlawan Demokrasi Ala Prabowo ! Kaget gw baca berita di Tribunews yang mengabarkan bahwa Yusril menantang MK agar berani bersikap seperti MK Thailand yang membatalkan Pemilu karena masalah Perhitungan Suara.

Sepintas terpikir, buset dah. Memangnya kondisi Indonesia dan Thailand sama atau mirip? Darimana Yusril bisa berlogika bahwa Pemilu Thailand dengan Pemilu Indonesia identik?
Setahu gw, Kondisi Politik Thailand beberapa tahun terakhir memang Babak Belur. Sejak Perdana Menteri Thaksin dilengserkan dan diusir dari Thailand kondisi politik sudah hancur-hancuran akan tetapi berikutnya dengan kekuatan besar Thaksin lewat keluarga besarnya Keluarga Sinawatra akhirnya berhasil mencurangi Pemilu selanjutnya secara Massif sehingga Yinluck yang menang dan diangkat sebagai Perdana Menteri pengganti. 

Tapi karena Pemilunya nyata-nyata curang terjadilah Demo besar-besaran masyarakat luas atau Gerakan Kaos Kuning (kalau nggak salah), dan sampai akhirnya Raja Bhomibol turun tangan dan memerintahkan MK Thailand untuk menganulir Pemilu disana.
Nah di Indonesia semua lancar-lancar saja, SBY masih mampu menjalankan pemerintahan dengan baik tanpa ada masalah, begitu juga KPU yang secara transparant melakukan perhitungan sehingga dipuji oleh masyarakat dan banyak pihak.

Tetapi kemarin tiba-tiba Yusril Ihza Mahendra dengan statusnya sebagai Pakar Hukum Tata Negara berlagak bak Pahlawan Demokrasi Kesiangan mengatakan dalam kesaksiannya di sidang MK bahwa Pemilu Presiden 2014 bermasalah dan sebaiknya MK membatalkan Hasil Pilpres 2014. Alasannya adalah keberadaan DPKtb yang menurut Yusril tidak sah karena tidak pernah disebutkan dalam Undang-undang dan hanya mengacu kepada putusan MK. Peraturan itu tidak pernah dicabut KPU dan tidak pernah dibatalkan MK.

“Persoalannya kemudian apakah secara substansi peraturan itu benar atau tidak, kita kembalikan kepada MK untuk menilai. Karena itu, saya menyatakan bahwa meskinya MK tidak mengadili Pemilu presiden hanya masalah hitung-hitungan angka tapi jauh lebih dalam kepada legalitas pelaksanaan pemilu itu sendiri,” ujar Yusril.
Itulah lucunya Yusril. Dirinya tahu bahwa masalah DPKtb tidak pernah dicabut oleh KPU dan tidak pernah dibatalkan oleh MK. Itu artinya masih Sah digunakan. Lalu kenapa Yusril meminta MK lebih memprioritaskan Legalitas Pelaksanaan Pemilu dibanding hitung-hitungan angka?

Logika seharusnya adalah Selama DPKtb masih dianggap Sah, maka bila Penyelenggara Pemilu menggunakannya dalilnya tetap sah. Apalagi yang harus dipertanyakan soal Legalitasnya?
Logika berikutnya, sesuai dengan Gugatan PHPU dari Prabowo-Hatta yang mengklaim Suara Prabowo seharusnya 50,19% sedangkan Jokowi 49,81% seharusnya ini yang dibuktikan. Untuk apa ada angka-angka tersebut dalam gugatan kalau tidak harus dihitung oleh MK?
Yang pasti Yusril menggunakan Standar Ganda dalam Kesaksiannya.
DPKtb juga sudah diberlakukan pada Pemilu Legislatif sebelumnya tetapi baik Yusril dan para pakar tidak mempermasalahkannya. Itu artinya sesuai dengan sifatnya yang Sah sebelumnya bahwa soal DPKtb tidak pernah dicabut oleh KPU maupun tidak pernah dibatalkan oleh MK.
Lagipula semua orang juga paham bahwa DPKtb adalah fasilitas bagi warganegara yang tidak terdaftar di DPT untuk menyalurkan Hak Konstitusinya untuk ikut memilih dalam Pemilu. Apa Yusril tidak tahu hal tersebut?
Tetapi bila dianggap Yusril yang benar bahwa DPKtb itu bermasalah, kenapa sebelum Pilpres 2014 oleh Yusril tidak dipermasalahkan atau diajukan Uji Materilnya ke MK?

Sepertinya Yusril Ihza Mahendra bermain-main dengan Asumsi-asumsi hukumnya. Dia membiarkan DPKtb digunakan pada Pileg dan Pilpres 2014. Tetapi begitu ada gugatan PHPU, barulah dia mempermasalahkan hal ini. Bahkan membanding-bandingkannya dengan Pemilu Thailand. Ckckck.
Yang pasti memang hanya Yusril sendiri yang bisa menjawab standar ganda miliknya.
Source : FB Abu Reza Tisnaya
Referensi : 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menantang Mahkamah Konstitusi (MK)RI berani bersikap seperti MK Thailand yang membatalkan Pemilu karena masalah penghitungan suara.
Pernyataan tersebut disampaikan Yusril mengenai penggunaan pemilih yang menggunakan KTP yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
Menurut Yusril, DPKTb tersebut tidak pernah disebutkan dalam undang-undang dan hanya mengacu kepada putusan MK. Peraturan tersebut sah karena tidak pernah dicabut KPU dan tidak pernah dibatalkan MK.
"Persoalannya kemudian apakah secara substansi peraturan itu benar atau tidak, kita kembalikan kepada MK untuk menilai. Karena itu, saya menyatakan bahwa meskinya MK tidak mengadili Pemilu presiden hanya masalah hitung-hitungan angka tapi jauh lebih dalam kepada legalitas pelaksanaan pemilu itu sendiri," ujar Yusril seuai memberikan pendapatnya dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden.
"Maka saya katakan itu, MK belum berani batalkan itu seperti yang dilakukan MK Thailand membatalkan pemilu karena masalah penghitungan suara, apakah berani MK melakukan sejauh itu, saya serahkan ke MK," kata Yusril.
Menurut Yusril walau dia hadir di MK sebagai ahli dari Prabowo-Hatta, namun pendapat tersebut berdasarkan keahliannya menjelaskan dari segi konstitusi.
Seandainya pun tidak diundang Prabowo-Hatta, lanjut Yusril, dia mengaku akan tetap maju sendiri. Atau jika pihak Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengundangnya memberikan pendapatnya di MK, Yusri mengatakan pendapatnya akan tetap sama.
Sebagai ahli, kata Yusril, dia tidak bisa mengatakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden cacat hukum. Menurut Yusril, ahli hanya menerangkan sesuai dengan keahliannya dan hakim lah yang memutuskan Pemilu itu cacat hukum atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar