Latest News

Rabu, 18 Juni 2014

Akhirnya "Turun Gunung dan Ngamuk" SENO YANG MELAHIRKAN 'TELUR NAGA' JOKOWI




Akhirnya "Turun Gunung dan Ngamuk"
SENO YANG MELAHIRKAN 'TELUR NAGA' JOKOWI

Selama ini, Jokowi hanya dibedah, dari latar belakang, dari rekam jejak keluarga, dan juga perjalanan keluarga dan leluhurnya. Namun, belum pernah ada yang memberi informasi yang sesungguhnya, kapan Joko Widodo terjun dan dijorokin masuk dunia politik.

Bahkan, setelah jejak-jekak Jokowi pun, akhirnya diplintir ke kanan dan kiri, atau pun difitnah bertubi-tubi. Bahkan, juga sudah dinyatakan 'mati' sebelum berkembang. Puncaknya, Jokowi sepertinya seolah-olah tidak dikehendaki oleh kubu lawannya, dengan berbagai 'black campaigne' atau pun fitnah yang tak bisa dipertanggungjawabkan dalam rubrik-rubrik koran 'Obor Rakyat'.

Ini yang membuat, sosok Seno Kusumoharjo akhirnya "Turun Gunung dan Ngamuk". Lalu, apa kaitannya Seno dan Jokowi?

Selasa malam (17 Juni 2014), markas 'preman' mBah Coco dicambangi Seno Kusumoharjo bertutur langsung kepada Pemimpin Redaksi Facebook (istilah yang melekat dari julukan kawan-kawan kepada mBah Coco?

Menjelang Oktober 2004, awalnya FX Hadi Rudyatmo yang bersahabat dengan Seno Kusumoharjo, sebagai senior fungsinaris PDIP Solo Raya, agar bisa mencarikan 'jodoh'-nya untuk menjadi walikota Solo. Pasalnya, dari pihak PDI-P sudah mengutus Rudyatmo untuk menjadi wakil walikota Solo, untuk periode 2005 - 2010. Sebagai yunior, Rudyatmo minta petunjuk kepada seniornya, siapa yang pantas mendampingi Rudi sebagai walikotanya. Rudi hanya ditunjuk sebagai wakil walikota, pasalnya Rudi beragama Katolik. Solo, dinilai Seno, belum layak yang memimpin Solo orang Katolik.

Dari sekitar enam orang yang ditunjuk Seno, tak satu pun disetujui Rudi. Banyak faktor yang mempengaruhi Rudi menolak. Pasalnya, saat itu, kota Solo membutuhkan sosok yang bisa menganyomi dan bisa dialog dengan warganya, serta memikirkan nasib rakyatnya. Sementara itu, incument walikota Solo Slamet Suryanto (mantan Ketua DPC PDI-P Solo, yang baru saja digantkan FX Hadi Rudyatmo), merasa digembosi, sehingga untuk mencalonkan kembali, tak mungkin menggunakan bendera PDI-P.

Ketika, Seno Kusumoharjo, yang saat itu sudah menjadi pengusaha dan budayawan Surakarta mencoba menawarkan Joko Widodo kepada Rudyatmo. Alasan Seno, bahwa Joko Widodo itu bersahaja, sederhana, tidak 'neko-neko' dan tidak ambisius. "Kalau warga Solo menghendaki, dan PDI-P mencalonkan dirinya saya siap-siap saja, Mas" demikian tutur Jokowi kepada Seno.

Maka, sekitar bulan Desember 2004, di sebuah tempat yang bernama Graha Saba, wisma milik Jokowi dijadikan tempat pertama kalinya. Ketiga sosok itu bertemu untuk pertama kalinya. Seno saat itu tidak mengenal Jokowi secara dekat, dan hanya telepon-teleponan saat mengajak Jokowi. Rudyatmo pun, tak mengenal Jokowi, hanya dengar-dengar, bahwa Jokowi seorang pengusaha.

Maka, wisma Graha Saba, Solo itulah yang menjadi saksi mereka bertiga. Dalam obrolan sekitar dua jam itu, Jokowi sepakat dipasangkan dengan Hadi Rudyatmo. Dan, hanya dalam waktu singkat, awal Januari 2005 mereka berdua langsung deklarasi, dengan tema yang sangat sederhana dan tidak muluk-muluk.

"Jokowi itu selalu santun sejak dari orok, Jokowi itu selalu bersahaja. Dan, Jokowi tampil terkesan sosok nasionalis, pluralis serta humanis. Dia tidak butuh
privileged (ingin mendapat keistimewaan), seperti calon lawan-lawannya," tutur Seno. "Semua yang sudah dipublikasikan lewat fitnah-fitnah dan black campaigne itu, semua bohong 1000%," lanjutnya.

'Tafline' (jargon) yang ditampilkan pun sangat sederhana, namun menggigit, dan gampang diingat yaitu ”BERSERI TANPA KORUPSI”. Jargon ini langsung menukik pada persoalan aktual dan perlu mendapat prioritas utama dalam membangun kota Solo. Jargon ini memiliki "power dan ruh", karena ditunjang oleh pribadi Jokowi yang lugu, lugas dan sederhana. Sehigga masyarakat percaya dan menaruh harapan akan terwujudnya jargon itu pada sosok Jokowi. Kebetulan, Jokowi dinilai sebagai 'cermin' bagi warga kebanyakan, energik dan apa adanya, dalam usia 44 tahun.

Menurut cerita Seno Kusumoharjo yang biasa dipanggil SK itu, bahwa pilkada di Kota Solo memiliki nuasa yang berbeda. Saat masa kampanye berlangsung meriah, tampil lebih greget dan hingar bingar. Hasilnya, Pilkada Solo 28 Juni 2005, dari prosentase suara sah, pasangan Joko Widodo-Hadi Rudyatmo (PDIP) mendapat 36,62 persen, Achmad Purnomo -Istar Yuliadi (PAN) meraih 29,08 persen. Pasangan 'kaya raya' Hardono - Dipokusumo (Partai Golkar, Demokrat, PKS) hanya 29 persen, sedangkan incumbent Slamet Suryanto yang maju menggunakan kendaraan koalisi empat belas partai kecil dengan menggandeng Ketua DPC PDS Solo, Hengky Nartosabdo hanya mampu meraih 5,29 persen.

PECAHKAN TELUR NAGA
Dari cerita di atas, menurut Seno, sudah jelas, bahwa pasangan Jokowi - Rudyatmo yang diciptakan saat itu, melesat sekaligus digandrungi warganya. Sejak awal, Jokowi memang lebih suka mendengar dan 'blusukan'. Ini naluri Jokowi yang tidak bisa ditentang oleh siapa pun, termasuk para pembisik atau pun yang merasa di sekitar Jokowi selama jadi walikota.

Rudyatmo, yang menjadi wakilnya kebetulan karakternya juga doyan mengeksekusi hal-hal yang berbau jorok atau kesemrawutan di kota Solo. Sehingga, keduanya menjadi duet yang sangat serasi, dan sulit digoyang oleh siapa pun. Karena, keduanya sangat cekatan dan berbuat dan bertindak. Tak ada kompromi, semuanya awalnya selalu dilakukan dengan dialog, dialog dan dialog. Itulah kelebihan Jokowi.

Memasuki 2010, periode masa tugas pasangan Jokowi-Rudyatmo selesai. Keduanya, justru didaulat untuk kembali memimpin kota Solo. Lagi-lagi, Jokowi 'sowan' kepada Seno Kusumoharjo. "Apakah saya masih pantas memimpin warga Solo, jika Mas Seno masih berkenan, saya dan mas Rudi siap kembali memipin warga Solo," demikian kata Jokowi kepada SK.

Seno menilai, bahwa Pilkada atau Pemilu itu adalah ajang ”penghakiman” kepala daerah petahana atau incumbent, termasuk dalam pemilu kepala daerah. Pemilu kedua akan membuktikan apakah calon tersebut dinilai berhasil menyejahterakan rakyatnya atau tidak. Itu yang selalu dipesan Seno kepada Jokowi-Rudi.

Dan, ketika memasuki Pilkada 2019, Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo, justru meraih prestasi yang lumayan fenomenal dalam Pemilihan walikota dan wakil walikota Solo 26 April 2010. Incumebent itu meraup suara 90,09 persen. Catatan mbah Coco, perolehan suara walikota Solo saat itu, hanya beda-beda tipis dengan kemenangan pasangan petahana Herman Sutrisno-Akhmad Dimyati saat Pilkada Banjar, Kalimantan Selatan, pada 2008, sebesar 92,19 persen.

Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2012, lagi-lagi Jokowi gundah ketika digeret kemana-mana, dan ditaksir banyak partai untuk dicalonkan sebagai gubernur Jakarta. Ketika harus bersua kembali kepada Seno Kusumoharjo, pesannya hanya singkat. "Kalau dik Jokowi merasa nyaman, silahkan ke Jakarta. Mung nek, sampenyan wis ning (kalau sudah) Jakarta, mestine dik Jokowi ojo (jangan) kaget, nek mengko (kalau nanti) bablas dadi (jadi) presiden," kata SK kepada Jokowi.

Menurut Seno, saat dikasih wejangan, Jokowi tidak merasa kaget dengan omongan dirinya, bahwa nanti akan jadi presiden. "Jika dikehendaki rakyat, saya siap. Karena saya selalu ingin mengabdi untuk rakyat," jawab Jokowi.

Kesimpulan Seno Kusumoharjo, sosok Jokowi itu saat jadi walikota Solo bukan kehendaknya. Saat jadi gubernur Jakarta, juga bukan ambisinya. Bahkan, saat didorong jadi kandidat presiden pun, bukan keinginan Jokowi. "Dia dibawa arus, yang namanya arus rakyat. Berarti, dia tidak mungkin dibendung lagi," tegasnya.

Bandingkan, calon kandidat lainnya yang mau jadi presiden. Menurut SK sudah berdarah-darah dan menggelontorkan uang miliyaran rupiah, dengan mendirikan partai, untuk bersusah payah mencalonkan diri jadi presiden. Sementara, Jokowi 'ujug-ujug' didorong arus rakyat yang masif, justru diinginkan menjadi calon presiden, walaupun jejaknya bukan kader, tak pernah berorganisasi, dan tidak perlu 'kulo nuwun' ke partai-partai agar memilihnya, namun justru partailah yang inginkan Jokowi. Karena partai juga didesak oleh konstituennya.

"Makanya, dulu petinggi PDI-P sudah saya kasih tau, kalau mau memilih Jokowi hati-hati. Karena, kalau sudah terlanjur telur menetas dan pecah, maka anak naga akan sulit dibendung," tegasnya. Dan, ditambahkan, "Kalau saat ini, masih ada black campaigne dan fitnah, saya berada paling depan."


Ditulis oleh Pemimpin Redaksi Facebook,
ketika Seno Kusumoharjo bertandang
ke 'rumah bola' mBah Coco


Source :  FB 


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10152880752605828&set=a.62664130827.88117.644330827&type=1&theater

8 komentar:

  1. Jokowi adalah Kasih Sayang Allah kepada rakyat Indonesia.

    BalasHapus
  2. jokowi adalah rahmat dari Allah SWT bagi Indonesia

    BalasHapus
  3. Allah maha huebaaat, menciptakan Jokowi untuk rakyat Indonesia, Mas Seno juga hebaat. salam dari Jogja, Banyumanik & Bekasi

    BalasHapus
  4. klo Allah dah menghendaki, smua pasti terjadi, siapapun tak bs menghalangi, jngn coba2, apalagi hanya tuk memenuhi ambisi demi jabatan dan kekuasaan.....

    BalasHapus
  5. Mas Seno, sy dan kel pringgolayan mendukung, kpn ke Yk, sukses ya, Tuhan Memberkati semua

    BalasHapus
  6. suatu kebanggaan hidup dijaman jokowi, semoga beliau selalu dlm lindungan yg di atas

    BalasHapus